I.
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits
sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya
mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan
tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah saw bersabda:
اعمل
للدنيا كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة كأنك تموت غادا
“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup
selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”
Dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut
untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi
senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh
melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Apa pengertian etos kerja serta teks-teks Hadits tentang
etos kerja
?
2. Bagaimana Pandangan ulama mengenai Hadits tentang etos kerja
dan kontekstualisasi Hadits tentang etos kerja
dan realisasinya dalam kehidupan?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Hadis dan untuk mengetahui pengertian
etos kerja serta teks-teks hadis tentang etos kerja, Pandangan ulama
mengenai hadis tentang etos kerja dan kontekstualisasi hadis tentang etos kerja dan realisasinya dalam kehidupan.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etos Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya
pandangan hidup dalam suatu golongan secara khusus.[1] Sedangkan
kata kerja, artinya perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang bertujuan
mendapatkan hasil.[2]
Menurut Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos
adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di
dalamnya termuat tekanan moral dan nilai-nilai moral tertentu.[3]
Menurut Clifford Geertz berpendapat bahwa etos adalah
sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.[4]
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya-u ‘Ulumuddin”, pengertian etos (khuluk) adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Kamus
Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya
adalah “ethikos”, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral.
Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai Karakteristik,
sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang bersifat khusus tentang seorang
individu atau sekelompok manusia. Pada
Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan
sebagai kecenderungan atau karakter, sikap, kebiasaan, serta keyakinan yang
berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada
dasarnya adalah tentang etika.
Bila
ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya
masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang
menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan
keyakinannya. Bila pengertian
etos kerja didefinisikan, etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang
atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan, respon atau tindakan yang
muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau
karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja
merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang kelompok atau
masyarakat.
Etika
tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun
mempunyai etika, ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang
dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi,
menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan
pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu,
bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya
adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan
pada bangsa lain tidak.
Dalam perjalanan waktu, nilai-nilai etis tertentu, yang
tadinya tidak menonjol atau biasa-biasa saja bisa menjadi karakter yang
menonjol pada masyarakat atau bangsa tertentu. Muncullah
etos kerja Miyamoto Musashi, etos kerja Jerman, etos kerja Barat, etos kerja
Korea Selatan dan etos kerja bangsa-bangsa maju lainnya. Bahkan prinsip yang
sama bisa ditemukan pada pada etos kerja yang berbeda sekalipun pengertian etos
kerja relatif sama. Sebut saja misalnya berdisplin, bekerja keras, berhemat,
dan menabung; nilai-nilai ini ditemukan dalam etos kerja Korea Selatan dan etos
kerja Jerman atau etos kerja Barat.
B.
Teks-teks hadis tentang etos kerja
Islam
sangat mendorong orang-orang mukmin untuk bekerja keras, karena pada hakikatnya
kehidupan dunia ini merupakan kesempatan yang tidak akan pernah terulang untuk
berbuat kebajikan atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ini sekaligus
untuk menguji orang-orang mukmin, siapakah diantara mereka yang paling baik dan
tekun dalam bekerja.[5]
Allah swt berfirman;
الَّذِي خَلَقَ المَوْتَ وَالحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ
اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَالعَزِيزُالغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (QS. Al-Mulk’ ; 2)
Untuk
menekankan perintah agar kita semua menggunakan kesempatan hidup ini dengan
giat bekerja dan beramal, Allah swt menegaskan bahwa tidak ada satu amal atau
satu pekerjaanpun yang terlewatkan untuk mendapatkan imbalan di hari akhir
nanti, karena semua amal dan pekerjaan kita akan disaksikan Allah swt,
Rasulullah saw dan orang-orang mukmin lainnya. Allah swt berfirman;
وَقُلْ اعْمَلوُافَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ
وَالمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّون اِلى عالمِ الغيْبِ والشّهادةِ فَيُنبّئُكُمْ بِماكُنْتُمْ
تَعْمَلوْنَ
“Dan
Katakanlah; “Bekerjalah kamu, maka Allah swt dan Rasulullah-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah’; 105)
Disisi
lain, Rasulullah saw sangat menekankan kepada seluruh umatnya, agar tidak
menjadi orang yang pemalas dan orang yang suka meminta-minta. Pekerjaan apapun,
walau tampak hina dimata banyak orang, jauh lebih baik dan mulia daripada harta
yang ia peroleh dengan meminta-minta. Dalam sebuah riwayat disebutkan;
وعن حكيْم بن حزام رضى الله عنهما عن
النّبيّ صلّى الله عليْه وسلّم قال (اليد العليا خير منْ يد السّفلى، وابْدأ بمنْ
تعول وخيْر الصّدقة عنْ ظهر غنى ومنْ يسْتعْففْ يعفّه الله ومنْ يسْتغْن يغْنه
الله) متفق عليه ,والفظ للبخارى
Dari
Hakim putra Hizam, ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda; “Tangan yang di
atas lebih baik dari tangan yang di bawah, dahulukanlah orang yang menjadi
tanggunganmu. Dan sebaik-baiknya sedekah itu ialah lebihnya kebutuhan sendiri.
Dan barang siapa memelihara kehormatannya, maka Allah akan memeliharanya. Dan barang
siapa mencukupkan akan dirinya, maka Allah akan beri kecukupan padanya.” (H.R
Bukhari).[6]
Hadis
ini menjelaskan bahwa kita sebagai orang yang tangannya di atas hendaklah lebih
dahulu memulai atau mendahulukan pemberiannya kepada keluarga setelah itu
barulah kepada yang lain. Di samping itu didalam hadis itu dijelaskan bahwa
Allah akan mencukupi seseorang yang menuntut atau bertekad menjadikan dirinya
berkecukupan tidak mau meminta belas kasihan orang lain. Ungkapan ini dapat dipahami
bahwa sangatlah bijak dan dianjurkan bagi orang kaya atau yang berkecukupan
agar memberi kepada yang miskin dengan pemberian yang dapat menjadi modal
usahanya untuk dia dapat menjadi orang yang mempunyai usaha sehingga pada
saatnya nanti ia tidak lagi menjadi orang yang meminta-minta (mengharap belas
kasihan orang).
Perbuatan
suka memberi atau enggan meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan hidup,
sangatlah dipuji oleh agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di
atas bahwa Nabi mencela orang yang suka meminta-minta (mengemis) karena
perbuatan tersebut merendahkan martabat kehormatan manusia. Padahal Allah
sendiri sudah memuliakan manusia, seperti terungkap melalui firman-Nya :
وَلَقَدْ كَرَمْنَا بَنِى اَدَم
َوَحَمْلنَاهُمْ فىِ اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
وَفَضَلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan
anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami berikan
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
(Q.S Al-Isra’ : 70).
Penjelasan
ayat al-Qur’an di atas juga memotivasi manusia agar mencari nafkah memenuhi
kebutuhan hidup haruslah berusaha dengan bekerja dalam lapangan kehidupan yang
ia mampu kerjakan, baik itu berupa bertani, berdagang, bertukang, menjadi
pelayan dan sebagainya. Jangan sekali-kali mencari nafkah dari hasil
meminta-minta sebagai pengemis jalanan. Jadi hadi ini sangat erat hubungannya
dengan hadis pokok bahasan pertama yang menyatakan bahwa usaha terbaik dalam
memenuhi kebutuhan hidup adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri.
Demikiankah
juga hadis ini memberi isyarat bahwa agama Islam menyuruh umatnya bekerja untuk
mendapatkan rezeki. Islam sangat menilai jelek dan rendah martabat perilaku
menjadi pengemis, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar
kemudian dijual adalah lebih baik daripada mengemis. Hal ini dinyatakan Nabi
dalam salah satu sabdanya, hadis dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah
bersabda :
لِاَنْ يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً عَلىَ
ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ اَوْ يَمْنَعُهُ ( اَخْرَجَهُ
اْلبُخَاِرىْ مِنْ كِتَابِ اْلبُيُوْعِ(
“sesungguhnya
bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di
punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia
meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis ini
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’).
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ, قَالَ
رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُؤْمِنُ اْلقَوِى خَيْرُ
وَاَحَبُّ اِلىَ اللهُ مِنَ الْمُؤْمِن اْلضَّعِيْفِ وَفىِ كُلِّ خَيْرٍ اِحْرِصْ
عَلىَ مَا يَنْفَعُكَ وَاَسْتَغْنِ باللهِ وَلاَ تَعْجِرُ وَاَنْ اَصَابَكَ شَيْئٌ
فَلاَ تَقُلْ لَوْ عَنِّى فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنَّ
قُلْ قَدَّرَ الله وَمَاشَاءَ اللهُ فَعُل فَإِنْ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلُ
الشَّيْطَانِ ( اَخْرَجَهُ مُسْلِم )
“ Dari Abu
Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Orang mu’min yang
memiliki keimanan yang kuat lebih Allah cintai daripada yang lemah imannya.
Bahwa keimanan yang kuat itu akan menerbitkan kebaikan dalam segala hal.
Kejarlah (sukailah) pekerjaan yang bermanfaat dan mintalah pertolongan kepada
Allah. Janganlah lemah berkemauan untuk bekerja. Jika suatu hal yang jelek yang
tidak disenangi menimpa engkau janganlah engkau ucapkan : Seandainya aku kerjakan
begitu, takkan jadi begini, tetapi katakanlah (pandanglah) sesungguhnya yang
demikian itu sudah ketentuan Allah. Dia berbuat apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya ucapan “seandainya” itu adalah pembukaan pekerjaan setan.” (Hadis
dikeluarkan Muslim).[7]
Hadits ini
mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan tentang tiga hal, yaitu :
1. menguatkan keimanan
2. rakuslah untuk berbuat yang
bermanfaat
3. mohon pertolongan kepada Allah. Di
samping itu beliau melarang berbuat dua hal, yaitu :
a. lemah
b. menyesali apa yang telah menimpa
diri dari sesuatu yang tidak disukai, sehingga mengatakan : “ Seandainya aku
lakukan begitu, tak akan terjadi begini.”
Dalam
hadits dinyatakan :وَفىِ كُلِّ خَيْرٍ maksudnya bahwa keimanan yang kuat pada
diri seseorang akan menciptakan kebaikan dalam segala hal. Sebab dari iman yang
sempurna (benar dan kuat) akan mendorong seseorang berbuat yang baik, yang
sudah tentu akan berakibat yang baik bagi kehidupannnya. Oleh sebab itu
al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini berpendapat bahwa iman itu menjadi
pengawal kebahagiaan di dunia dan di akhirat, bila diikuti dengan perbuatan
baik (amal saleh). Di dalam al-Qur’an Allah berfirman :
مِنْ عَمَلٍ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثَى وَهُوَ
مُؤْمِنُ فَلْنَحِيْيَنَهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيْنُهُمْ اَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنٍ مَا كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ )سُوْرَةُ اْلنَحْلِ : 97 )
“Barang
siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S an-Nahl : 97).
Keimanan
yang kuat (istiqamah) membuat seseorang rajin dan bersungguh-sungguh
mencari kebahagiaan, baik itu untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Sebaliknya keimanan yang lemah, tidak atau kurang menjadi penggerak terwujudnya
perbuatan baik pada diri seseorang, bahkan hawa nafsu yang menguasai dirinya,
sehingga dirinya dengan mudah untuk berbuat kefasikan, berbuat yang tidak baik.
Dengan demikian maka akan jauhlah kebahagiaan yang diharapkan manusia itu. Oleh
sebab itu Rasulullah SAW menyatakan dalam hadis ini bahwa orang mukmin yang
kuat imannya lebih dicintai oleh Allah daripada yang lemah imannya.
Ketika
Islam sangat menekankan kerja, lalu pekerjaan apakah yang paling utama?
Terhadap pertanyaan itu ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa;
Pekerjaan yang paling utama menurut
Nabi Muhammad SAW adalah usaha seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan
semua jual beli yang bersih.
عن رفاعة بن
رافع أن النبي صلى الله عليه وسلم سأل:اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع
مبرور
“Rifa’ah
bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW, ditanya, “Apa mata pencarian yang paling
baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual
beli yang bersih.” (Diriwayatkan
oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim)
Penjelasan Hadis
Islam senangtiasa
mengajarkan kepada umatnya agar berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan saja atau berdoa mengharap
rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan usaha. Namun demikian,
tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan
pertolongan Allah SWT. dan tidak mau berdoa kepada-Nya.[8]
Hadist di
atas tidak secara jelas mengkategorikan jenis usahanya melainkan hanya menyebutkan
prinsip usaha yaitu yang dilakukan oleh tangannya sendiri dan jual beli yang
bersih. Jenis usaha yang disebutkan di akhir (perdagangan yang bersih) tidak
banyak menimbulkan interpretasi, karena telah jelas bahwa jual beli yang di
maksud adalah jual beli yang terhindar dari kebohongan dan sumpah palsu.
Dalam
hadis ini Rasulullah SAW memerintahkan orang mu’min agar rakus (menyukai,
mengerjakan) pekerjaan yang bermanfaat. Oleh sebab itu seseorang yang beriman
haruslah bersikap tidak akan membiarkan waktu atau kesempatan yang dimiliki
yang ia dapat menggunakan kesempatan itu berlalu tidak dimanfaatkan. Seorang
mu’min yang baik dan bijak tentulah akan menggunakan kesempatan yang ada dengan
sebaik-baiknya, mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat, seperti
berusaha mencari rezeki, harta untuk keperluan dan kebahagiaan hidup, mencari
posisi dan kedudukan yang layak dalam percaturan kehidupan ini, atau menunutut
ilmu yang bermanfaat untuk bekal perjuangan hidup, atau menggunakan kesempatan
yang ada untuk beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sehubungan
dengan ini Rasulullah SAW pernah memperingatkan dalam salah satu sabdanya yang
berarti : “ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia, yaitu
nikmat kesehatan dan nikmat adanya kesempatan (H.R Bukhari dan Ibnu Abbas).
Dalam
sebuah hadis Rasulullah bersabda :
مَنْ حُسْنِ اِسْلاَمُ الْمَرْءِ
تَرْكَهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ ( رَوَاهُ التِّرْمِذِى وَاَبُوْ هُرَيَّرةَ )
“Di antara kebagusan perilaku
keislaman seseorang adalah meninggalkan pekerjaan yang tidak berguna baginya.”
(H.R Turmudzi dan Abu Hurairah).
Di dalam
al-Qur’an surat Al-Ashr Allah SWT menyatakan bahwa manusia senantiasa dalam
kerugian, kecuali yang beriman dan beraktivitas yang positif serta saling
mengingatkan kejalan yang benar dan selalu bersabar (menghadapi tantangan dalam
kehidupan ini).
Perintah
Nabi SAW dalam hadis ini, yang ketiga adalah agar minta pertolongan kepada
Allah SWT sangat penting. Nabi mengingatkan kita tentang perintah ketiga ini,
disebabkan dalam kehidupan ini kita tidak akan luput dari kesulitan-kesulitan.
Memang Allah menciptakan kehidupan untuk menguji manusia menilai siapa yang
paling baik amalnya. Hal ini dinyatakan Allah SWT :
اَلَّذِى خَلَقَ الْمَوْتَ
وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَحْسَنُ عَمَلَ وَهُوَ اْلعَزِيْزُ اْلغَفُوْرِ (
سُوْرَةُ اْلمُلْكِ : 2 )
“ Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S AL-Mulk : 3).
Oleh
karena itu tidak dapat tidak manusia memperoleh pertolongan kepada Allah SWT
Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa. Dalam surat al-Fatihah, surat yang wajib
dibaca dalam setiap rakaat shalat, ada diikrarkan ungkapan “mengisyaratkan bahwa
kita sangat memerlukan pertolongan Allah SWT”.
C. Pandangan
Ulama’ mengenai Hadits Etos Kerja
Al-Khuli
dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari berbagai cara
untuk memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng lebih utama
adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini dinyatakan Nabi SAW
dalam hadis yang lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu
Daud, Nasa’i dan perawi hadist lainnya, bahwa Nabi SAW bersabda :
مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامَا قَطٌ
خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلٍ بِيَدِهِ, وَاَنَّ النَّبِى الله دَاوُدَ
عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكَلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah seseorang
makan sesuap makanan lebih baik daripada ia makan dari hasil kerja tangannya
sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud a.s adalah makan dari hasil kerja tangannya
sendiri.”[9]
Seseorang
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras
menggunakan tangannya sendiri, memeras keringat dan energy dari badannya
kemudian memakan hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil dari yang
baersumber peninggalan warisan, pemberian atas kemurahan seseorang atau sedekah
yang diberikan kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha seseorang mencari
nafkah dengan memeras tenaga, mencucurkan keringat itu akan berfaedah sehingga
kalau ia makan apa yang dimakannya menjadi terasa enak, dan makanan itu dicerna
dengan cepat dan mudah oleh pencernaan sehingga berguna bagi kesehatan tubuh.
Demikianlah dijelaskan Al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini.
Al-khuli
dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi juga menyatakan bahwa kurang kemauan
membawa akibat seseorang menjadi pemalas. Sifat lemah dalam kemauan dan pemalas
sangat tidak disukai Rasul. Hal ini dapat diketahui adanya do’a yang diucapkan
Nabi SAW dengan ungkapan :
اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ
اْلعَجْزِ وَاْلكَسْلِ
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari lemah
(kemauan) dan pemalas”.
Ash-Shon’ani
mengemukakan bahwa dengan ungkapan (yang terbaik) adalah artinya yang paling
halal dan paling berkat. Jadi secara nyata hadis ini menunjukkan bahwa usaha
yang paling halal dan berkat itu adalah usaha tangannya sendiri, kemudian baru
usaha perniagaan menunjukkan usaha dengan tangan sendiri itu lebih utama. Hal
ini sejalan dengan hadis Miqdam di atas. Walaupun demikian para ulama tetap
berbeda pendapat tentang usaha yang paling utama. Di antara tiga macam usaha
yang bersifat pokok sebagaimana dikemukakan al-Mawardi yaitu pertanian,
perdagangan dan industri. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa usaha yang terbaik
itu adalah usaha pertanian karena usaha tersebut lebih dekat kepada tawakkal.
Dan karena pertanian itu membawa manfaat bukan hanya kepada manusia secara
umum, tetapi juga kepada binatang-binatang. Di samping itu usaha pertanian
termasuk kepada usaha yang dilakukann dominan dengan tangan.
Tentu saja
tidak hanya dalam berjual beli yang harus diperhatikan kehalalan dan kebersihannya sabagai standar utama dalam mencari
rezeki karena bagaimanapun juga, Allah Swt. akan memintai pertanggung jawaban
kelak di akhirat.
Menurut Imam Al-Ghazali, manusia dalam hubungannya dengan
dengan kehidupan dunia dan akhirat terbagi kepada tiga golongan;
1.
Orang-orang yang sukses atau menang, yakni mereka yang lebih
menyibukkan dirinya untuk kehidupan di akhirat daripada kehidupan dunia.
2.
Orang-orang yang celaka, yakni mereka yang menyibukkan
dirinya untuk kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat.
3.
Orang-orang berada di antara keduanya, yakni mereka yang mau
menyeimbangkan antara kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Al-Faqih
Abu Laits Samarqandi, mengutip pendapat seorang ahli hikmah, “Para pedagang
yang tidak memiliki ketiga sifat di bawah ini, akan menderita kerugian dunia
dan akhirat:
a.
Mulutnya suci dari bohong, laghwu (main-main/bergurau) dan sumpah
b.
Hatinya suci dari penipuan, khianat, dan iri.
c.
“Jiwanya selalu memelihara shalat jum’at, shalat berjamaah,
selalu menimba ilmu, dan mengutamakan rido Allah swt daripada lainnya.”
D. Kontektualisasi
Etos Kerja dan Realisasinya Dalam Kehidupan
Bekerja
adalah kewajiban setiap muslim. Sebab dengan bekeja setiap muslim dapat
mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makluk ciptaan Allah SWT yang
paling sempurna dan mulia di muka bumi.
Jika
setiap muslim bekerja dengan baik , maka ia sudah melakukan ibadah kepadaNya
setiap pekejaan baik yang dilakukan muslim karena Allah, berarti ia sudah
melakukan kegiatan jihad fi sabilillah. Firman Allah swt dalam surat al-Jumuah;
فإذا قضيت الصلوة فانتشروا فى الارض وابتغوا من فضل الله
واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون
Apabila
sudah ditunaikan shalat,maka hendaklah kamu bertebaran di muka bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya supaya kamu beruntung (QS.
al-Jumuah, 62 ).
Untuk
menggapai keberuntungan hidup, tidaklah hanya cukup tenggelam dalam masalah ibadah
formal atau ritual saja. Tetepi hendaknya dimanifestasikan dalam ibadah aktual.
Tafsiran ayat “ bertebaran di muka bumi” memberikan efek batin untuk
menjadikan diri kita sebagai sosok manusia yang memiliki achievement tinggi.
Bekerja
adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehimgga
bekerja yang didasarkan pada prinsip- prinsip iman tauhid bukan hanya menunjukkan
fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirirnya sebagai
hamba Allah, yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri
kenikmatan dari Allah.
Apabila bekerja itu sebagai fitrah
manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak
mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimananan dalam bentuk
amal kreatif, sesunguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan
derajat identitas sebagai manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang
lebih hina dari binatang.
Perbuatan
suka memberi atau enggan meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan hidup,
sangatlah dipuji oleh agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di
atas bahwa Nabi mencela orang yang suka meminta-minta (mengemis) karena
perbuatan tersebut merendahkan martabat kehormatan manusia. Padahal Allah
sendiri sudah memuliakan manusia, seperti terungkap melalui firman-Nya yang
sudah tercantum diatas.
Demikiankah
juga hadis yang memberi isyarat bahwa agama Islam menyuruh umatnya bekerja
untuk mendapatkan rezeki. Islam sangat menilai jelek dan rendah martabat
perilaku menjadi pengemis, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu
bakar kemudian dijual adalah lebih baik daripada mengemis.
Bekerja
untuk mencari karunia Allah, menjebol kemiskinan meningkatkan taraf hidup dan
martabat serta harga diri adalah merupakan nilai ibadah yang esensial, karena
Nabi bersabda: “kemiskinan itu sesungguhnya lebih mendekati kepada
kekufuran’.
Bekerja
adalah segala aktifitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan
tertentu (jasmani dan rohani) dan didalam mencapai tujuanya tersebut dia
berupaya dengan penuh kesunguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal
sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah. Jadi, etos kerja adalah dorongan, kehendak, atau prinsip
bekerja yang muncul dari jiwa individu untuk
melakukan suatu kegiatan.
Dikatakan
sebagai aktifitas dinamis, mempunyai makna bahwa seluruh kegiatan yang
dilakukan sebagai seorang muslim harus penuh dengan tantangan, tidak monoton,
dan selalu berupaya untuk mencari terobosan-terobosan baru (innovative)
dan tidak merasa puas dalam berbuat kebaikan.
Pokoknya
harus tertanam dalam keyakinan kita bahwa bekerja itu adalah amanah Allah,
sehingga ada semacam sikap mental yang tegas pada diri pribadi muslim bahwa;
1.
Karena bekerja adalah amanah, maka dia akan bekerja dengan
kerinduan dan tujuan agar pekerjaannya tersebut menghasilkan sesuatu yang optimal.
2.
Ada semacam kebahagian dalam melaksanakan pekerjaan, karena dengan
bekerja dia telah melaksanakan amanah Allah.
3.
Tumbuh kreativitas untuk mengembangkan dan memperkaya dan
memperluas pekerjaanya.
4.
Ada rasa malu hati apabila pekerjaanya tidak dia laksanakan
dengan baik, karena hal ini berarti sebuah pengkhianatan terhadap amanah Allah
III.
KESIMPULAN
Pengertian Etos Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya
pandangan hidup dalam suatu golongan secara khusus.[10]
Sedangkan kata kerja, artinya perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang
bertujuan mendapatkan hasil.[11]
Menurut Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos
adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di
dalamnya termuat tekanan moral dan nilai-nilai moral tertentu.[12]
Menurut Clifford Geertz berpendapat bahwa etos adalah
sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.[13]
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya-u ‘ulumuddin”, pengertian etos (khuluk) adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos
berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah “ethikos”, yang berarti
moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos
punya arti sebagai Karakteristik, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang
bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, agama mewajibkan manusia
berusaha dengan bekerja menurut kemampuan yang ada pada dirinya untuk
mendapatkan rezeki. Pekerjaan dengan menjadi peminta-minta dipandang agama
sebagai pekerjaan yang merendahkan martabat manusia.
Islam sangat menyukai umatnya untuk selalu meningkatkan
semangat kerja guna mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera dengan cara
mempergunakan sebaik-baiknya peluang-peluang atau kesempatan yang ada, serta
tabah dan ulet, tidak mudah putus asa jika ditimpa kegagalan dalam berusaha, di
samping memohon pertolongan kepada Allah.
Keimanan yang kuat merupakan faktor penggerak dalam
melahirkan budaya kerja yang pro aktif dan efektif untuk mewujudkan
kesejahteraan dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja sesuai dengan
kemampuannya. Islam tidak memandang pekerjaan seseorang itu, baik
penghasilannya besar maupun kecil yang terpenting yaitu keinginan untuk bekerja
keras. Sebaliknya, untuk orang yang kuat fisiknya dan memiliki kecerdasan dalam
berpikir tetapi malas untuk bekerja, perbuatan itu sangat dicela oleh Islam,
karena umat Islam memiliki kekuatan dan kedudukan yang mulia di hadapan Allah SWT.
Penutup
Demikian
yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok pembahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah dikesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.
Daftar
Pustaka
Y.S.
Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesai, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997),
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif
Tasawuf. (Bandung. Pustaka Nusantara Publishing, 2003)
Misbahul Munir, M.EI, Ajaran-Ajaran
Ekonomi Rasulullah, (malang, uin-malang, 2007)
Al-hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqolani, terj. Drs. Moh. Macfuddin Aladip “Bulughul Marom”,
(Semarang, Toha Putra, 2012)
Rachmat Syafe’i. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan
Hukum).(Bandung: CV. Pustaka Setia)
[1]. Y.S. Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm.187.
[2]. Ibid,.hlm.307.
[3] . Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif
Tasawuf. (Bandung. Pustaka Nusantara Publishing, 2003), hlm. 1.
[4] . Ibid., hlm. 12
[5]
. Misbahul Munir, M.EI, Ajaran-Ajaran
Ekonomi Rasulullah, (malang, uin-malang, 2007), hal. 107
[6]
. Al-hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqolani, terj. Drs. Moh. Macfuddin Aladip “Bulughul Marom”,
(Semarang, Toha Putra, 2012), hal. 300
[7]
. Ibid,. hal. 779
[8] . Rachmat Syafe’i. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan
Hukum).(Bandung: CV. Pustaka Setia). Halm.114.
[9] . ibid, hal. 116
[10]. Y.S. Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm.187.
[11]. Ibid,.hlm.307.
[12] . Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif
Tasawuf. (Bandung. Pustaka Nusantara Publishing, 2003), hlm. 1.
[13] . Ibid., hlm. 12
Lucky 15 Casino - Mapyro
BalasHapusLooking for Lucky 15 서귀포 출장샵 Casino? ➤ Find the cheapest and quickest way to get from 공주 출장안마 Lucky 경기도 출장마사지 15 Casino to Hinterland. 용인 출장샵 ✓ Enter your Rating: 3 · 강원도 출장샵 15 reviews